Posted by : ade rizal tosi Selasa, 09 Oktober 2012


Pelajar sudah seharusnya menuntut ilmu dengan belajar, ingat tujuan utama kalian sekolah yaitu menuntut ilmu setinggi langit, bahagiakan orang tua dan raih cita-cita. Bukan untuk meninggikan emosi dan sifat egois dalam diri yang akhirnya anarkis membunuh nurani kalian. Jika mengingat cita-cita dan harapan bangsa terhadap pelajar yang menginginkan pelajar Indonesia menjadi penerus dan ujung tombak pergerakan dalam kemajuan dan ketentraman bangsa, namun harapan itu sangat kontras dan berbanding terbalik dengan realita yang ada saat ini.
Tawuran pelajar tidak terjadi satu atau dua kali di Indonesia, melainkan sudah terjadi puluhan bahkan ratusan kali. Apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan yang teramat sering terdengar beritanya tentang tawuran pelajar disana. contohnya saja di Jakarta, sudah terjadi 157 kasus pada tahun 1992, mengalami peningkatan Tahun 1994 menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas (Bimmas Polri Metro Jaya), Pada 2010, tawuran pelajar tercatat berjumlah 28 kasus, sedangkan pada periode Januari - Agustus 2011, tawuran pelajar di Jakarta sudah tercatat sebanyak 36 kasus, dengan wilayah paling banyak di Jakarta Pusat (tempo). Dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan intensitas tawuran pelajar, apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia? dimana guru dan kepala sekolah serta pemerintah ?
Perkelahian dari zaman batu sampai zaman teknologi canggih-pun tetap saja merugikan, fasilitas umum hancur, mobil dan sepeda motor milik orang lain juga jadi korban aksi anarksi ini, kegiatan belajar mengajar terhenti, dan yang sangat mengkhawatirkan adalah hilangnya rasa persaudaraan, nilai-nilai budi pekerti luhur antar sesama pelajar. padahal kekerasan sama sekali tidak ada untungnya, melainkan sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Faktor yang menjadikan seringnya tawuran pelajar ini bukan hanya dilihat dari satu sisi, melainkan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menentukan faktor tersebut, diantaranya yaitu faktor psikologis, budaya, sosiologis dan rambu-rambu dalam sekolah.
Pelajar sudah masuk dalam kategori remaja, dan di kategori remaja inilah psikologi mereka sangat melonjak tajam, kenakalan remaja terlalu sering diperbincangkan, memang seperti itu. emosi yang sering meledak-ledak, rasa ingin hidup bebas, dan lain-lain. faktor psikologi inilah yang menjadi faktor utama terjadinya perkelahian atau tawuran pelajar. ditambah lagi faktor budaya di kalangan pelajar, hedonisme sudah menjadi budaya anak muda dan remaja, gaya ingin menikmati hidup dengan berfoya-foya dan melakukan hal yang melanggar hukum dan agama sekalipun demi terpuaskannya nafsu mereka. selanjutnya adalah pembentukan komunitas, kelompok atau geng untuk memperkuat pencitraan dan proteksi diri.
faktor lainnya seperti faktor internal, keluarga, ekonomi dan faktor lingkungan juga andil dalam mempengaruhi diri pelajar. pelajar yang tidak bisa menahan kesabaran mereka karena selalu diolok dari keluarga si miskin, akhirnya mereka berusaha mencari sesuatu yang bisa menjadikan tameng atau tempat berlindung, disinilah geng atau komunitas bergerak, berusaha melindungi anggota geng mereka. lingkungan tempat tinggal mereka juga mempengaruhi kepribadian, pelajar yang hidup di lingkungan agamis, cenderung jauh dari tawuran pelajar, sedangkan pelajar yang hidup di lingkungan texas atau lingkungan preman, maka kekerasan adalah hal biasa untuk mereka.
satu lagi yaitu faktor sekolah, sekolah jangan dijadikan sebagai tempat pencekokan teori-teori, untuk menjadikan pelajar bisa meraih jabatan di pekerjaannya kelak, demi eksistensi dan pencitraan sekolah tersebut, melainkan menjadi tempat belajar yang kondusif dengan menekankan pada proses, bukan pada hasil. karena, kemampuan pelajar untuk menyerap ilmu itu relatif atau berbeda tiap individu.sekolah juga harus memiliki tata tertib yang tegas, tidak loyo. karena tata tertib atau peraturan inilah yang akan membuat pelajar disiplin, jangan lupa pula tingkatkan pendidikan akhlak mereka karena tanpa itu, semua sia-sia.
Kalian adalah pelajar Indonesia, sudah seharusnya berusaha untuk menggapai cita-cita, berusaha membahagiakan orang tua yang sudah banting tulang membiayai pendidikan kalian. jangan sampai image Tawuran adalah Realita Pelajar Indonesia melekat pada diri kalian, pelajar Indonesia harus mampu membuktikan bahwa kalian bisa, singkirkan sifat egois dan emosi tinggi, demi tercapainya cita-cita.

Kendala yang merepotkan pihak yang berwajib :
1.      Pelaku tawuran di sekolah mendapat bekingan dari pihak yang memang memiliki power, sehingga pihak aparat keamanan tidak banyak berbuat banyak. Kedua sekolah yang gemar tawuran tersebut banyak yang merupakan anak pejabat sipil dan kemiliteran, dan terdiri dari anak pengusaha yang sudah barang tentu disebut “orang berduit”, sehingga besar kemungkinan hukuman dapat “dibeli” dengan pangkat dan rupiah. Ini sepertinya harus diteliti lebih lanjut walaupun dalam kenyataannya sudah terlanjur berkembang biak di masyarakat.
2.      Pihak keamanan, dengan demikian belum sepenuhnya menjalankan semangat reformasi yang “tidak pandang bulu” dalam menegakkan hukuman. Terlebih ketika terjadi aksi tawuran, polisi bukanlah menjadi pihak yang ditakuti  oleh para pelaku tawuran di Jakarta.
3.      Begitupula pihak sekolah, kedua sekolah tersebut hingga kini dikenal sekolah yang “relatif bebas”, belum mampu mengendalikan (baca: pembinaan) secara optimal. Tersebar kabar, bahwa penekanan dari “pihak atas” telah membuat kepala sekolah dan guru merasa “terjepit” dalam menerapkan peraturan sekolah, sehingga tidak mengagetkan bila Kakak Kelas lebih dihormati, bahkan ditakuti dibandingkan guru-nya sendiri. Seakan guru tidak memiliki “gigi” dihadapan siswa mereka sendiri.
4.      Tradisi kekompakan di setiap angkatan yang melembaga dan seringkali diikuti dengan tindakan bully dan kekerasan terus dilestarikan. Para “penggiat” tawuran, baik itu dari pelajar atau alumni, tidak sepenuhnya ditangani dengan pendidikan dan ketegasan yang proporsional oleh berbagai pihak yang terkait dan berwenang.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Arsip Blog

- Copyright © aderizaltosi -Eureka 7 Ao- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -