Posted by : ade rizal tosi Selasa, 15 November 2011


Konflik Papua adalah konflik di Papua dan Papua Barat di Indonesia. Karena daerah menjadi bagian dari Indonesia pada tahun 1963,[3] Papua Merdeka (Organisasi Papua Merdeka / OPM) telah melancarkan pemberontakan berskala kecil. [4] Pengibaran bendera Bintang Kejora dan protes damai adalah ilegal dan ditekan. [5][6] Wilayah ini kaya akan sumber daya alam, semakin memanaskan konflik.
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi adat didirikan pada tahun 1965 untuk mempromosikan penentuan nasib sendiri dan pemisahan diri Papua Barat dari Republik Indonesia.
Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan mengibarkan Bendera Bintang Kejora dan berbicara dalam mendukung tujuan OPM adalah dilarang kegiatan di Indonesia, yang dapat dikenakan biaya dari "Makar" (pengkhianatan)[8]. Sejak awal berdirinya OPM telah mencoba dialog diplomatik , Papua Barat dilakukan upacara bendera (ilegal menurut hukum Indonesia), dan tindakan militan dilakukan sebagai bagian dari Konflik Papua. Pendukung secara rutin menampilkan Bendera Bintang Kejora dan simbol lainnya Kesatuan Papua yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada bulan Mei 1963 dengan Perjanjian New York.
Para pendukung organisasi menuduh orang-orang Papua tidak memiliki hubungan etnis, budaya atau geografis dengan Indonesia, bahwa mereka adalah orang-orang kolonial di bawah Resolusi PBB 1541 dan bahwa mereka berhak ketentuan Resolusi PBB 1514. Menurut pendukung OPM, pemerintah Indonesia di Papua Barat adalah pendudukan militer.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa wilayah tersebut memilih untuk dimasukkan ke dalam Republik Indonesia dengan referendum yang dikenal sebagai Tindakan Pemilihan Bebas pada tahun 1969. Pernyataan ini ditolak oleh para pendukung organisasi yang menuduh Tindakan Pemilihan Bebas tidak sukarela dan tidak mewakili populasi.
Bahkan situasi itu membuat kericuhan menjadi multidimensi, campur aduk antara kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Tanah Papua menyimpan emas yang dieksploitasi PT Freeport Indonesia sejak puluhan tahun silam dan menghasilkan kekayaan luar biasa bagi perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat tersebut.
Namun di sisi yang lain, kesejahteraan buruhnya tak sebanding dengan buruh Freeport di negara lain. Papua dinilai sebagai ironi Indonesia, tanahnya kaya tetapi rakyatnya banyak yang masih miskin.
Harry Tjan Silalahi dari CSIS menilai, dalam kondisi seperti ini, tidak mustahil kekerasan yang terjadi dilatarbelakangi oleh beking yang luar biasa dari kekuatan korporat asing. Dan yang lain-lainnya itu hanya merupakan puncak dari gunung es yang sangat menyakitkan hati.
Tak heran kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang biasanya lemah lembut, jadi berang ketika mengumumkan akan melakukan renegosiasi. Memang enough is enough tapi mau ditunggu sampai kapan? Apakah sampai Papua merdeka dengan penguasaan de facto oleh Freeport yang berfungsi bak VOC dulu?
Sekadar beberapa angka perbandingan. Pada saat ini Freeport McMoran menguasai 90,64 saham Freeport Indonesia. Hanya 9,36 persen yang dimiliki Pemerintah Indonesia. Ini tidak adil dan sangat menyakitkan. Sementara saham Amerika Latin, dimana Freeport juga beroperasi, bisa mencapai 32 persen.
Benarlah pernyataan anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani yang meminta agar Pemerintah RI berani menggelar negosiasi ulang (renegosiasi) saham negara di PT Freeport Indonesia, ketimbang meributkan persoalan dana keamanan yang diberikan perusahaan tambang itu kepada aparat kepolisian dan TNI.
“Kita tidak perlu ribut soal duit keamanan, duit centeng. Satu hal yang harus kita pahami bahwa duit negara dalam jumlah yang lebih besar di PT Freeport harus diperjuangkan. Jadi bagi saya, kita tidak perlu bicarakan uang centeng itu, uang hak kita yang belum kita renegosiasi, itu lebih penting," kata Ahmad Yani, Senin.
Soal dana keamanan dari PT Freeport, sepanjang digunakan untuk biaya operasional pasukan di lapangan masih bisa ditoleransi. Sebab, lanjut Yani, anggaran negara untuk itu memang tidak ada. Yani menegaskan, justru yang paling penting sekarang adalah presiden sebagai kepala pemerintahan harus melakukan renegosiasi kontrak dengan PT Freeport.
Langkah berikutnya, pemerintah dan Freeport harus duduk bersama agar share saham republik ini bisa dinaikkan jumlah kepemilikannya. "Kalau sekarang hanya satu persen. Sementara di Amerika Latin, Freeport bisa berbagai saham dengan negara bersangkutan sampai 32 persen," tegas Ahmad Yani.
Dengan cara demikian, kekayaan alam yang melimpah bisa membawa berkah bagi rakyat Papua. Artinya, RI harus bisa renegosiasi seperti Amerika Latin, demi maslahat rakyat Papua yang kini menuntut keadilan dan kesetaraan.

penjelasan
Menurut saya, ketidakpercayaan rakyat Papua telah lama terjadi. Hal itu juga dipicu oleh langkah pemerintah sendiri dalam merespons konflik Papua. Dia mengatakan, masyarakat Papua bersandar pada sejarah.
"Misalnya, keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak 1965, yang dijawab pemerintah dengan menurunkan tentara. Sayangnya, tentara saat itu tidak hanya menembaki para anggota OPM, melainkan juga membakar kampung-kampung dalam rangka mendukung upaya tersebut

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. kawan, karena kita sudah mulai memasuki mata kuliah softskill akan lebih baik jika blog ini disisipkan link Universitas Gunadarma yaitu www.gunadarma.ac.id yang merupakan identitas kita sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma juga sebagai salah satu kriteria penilaian mata kuliah soft skill.. terima kasih :)

    BalasHapus

Welcome to My Blog
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Arsip Blog

- Copyright © aderizaltosi -Eureka 7 Ao- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -