Pengertian Politik Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum dan Distribusi Kekuasaan
Posted by : ade rizal tosi
Kamis, 28 Juni 2012
Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain:
- politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
- politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
- politik
adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga
tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik.
Etimologi
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics,
yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika
- yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites
- warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan.
Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata
"politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Teori politik
Teori politik
merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai
tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara
lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem
politik, negara,
masyarakat,
kedaulatan,
kekuasaan,
legitimasi,
lembaga
negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara
di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi,
diktatorisme,
fasisme,
federalisme, feminisme,
fundamentalisme keagamaan, globalisme,
imperialisme,
kapitalisme,
komunisme,
liberalisme,
libertarianisme, marxisme,
meritokrasi,
monarki,
nasionalisme,
rasisme,
sosialisme,
theokrasi,
totaliterisme,
oligarki
dsb.
Lembaga politik
Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan
atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui
oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh
masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga
adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang
tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama,
organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik
yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan
tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin
dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga
pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang
terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin
ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju
demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu
bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang
banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus
diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara
feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau
profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi
lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan
kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan
perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis
sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian
kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu
terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan,
saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan
hukum yang berlaku.
Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002)
atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan,
kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang
ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik
secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan
jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk
hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau
subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU
(subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari
kekuasaan).
Sudut pandang kekuasaan
Kekuasaan bersifat positif
merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran
orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh
pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik
secara fisik maupun mental.
Kekuasaan bersifat Negatif
Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois,
serta apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan
tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan
baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat
negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang
baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan
pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri
kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan
kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan
daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya
mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka
tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan
apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak
akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh
rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan
menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi
biasanya ditempuh melalui jalur partai
politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai
politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam
lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti
yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004
maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.
Legitimasi kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan"
didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk
melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi
"kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan
hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi
memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa
sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum
dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang
menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan
sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek
penelitian dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua),
kelompok-kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti
sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah)
dan masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling
primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan
politik).
Pengambilan
keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari
proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di
antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan
selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya
bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu
opini
terhadap pilihan.
Keputusan adalah suatu reaksi
terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara
menganalisa kemungkinan - kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya.Setiap keputusan akan
membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula
ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau
irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah. keputusan adalah
suatu ketetapan yang diambil oleh organ yang berwenang berdasarkan kewenangan
yang ada padanya.
Kebijakan
umum
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam
kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh
lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh
dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu
untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus
dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah
menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan
Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah
menjadi hukum yang harus ditaati.
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik
adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah,
mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan
bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut
mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya
tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang
diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus
bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai
public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa
untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada
kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi, 2001:
371 – 372):
bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat
strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.
Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan: (Ndraha
2003: 492-499)
bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai
arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga
yang bersangkutan dan secara formal mengikat.
Meski demikian kata kebijakan yang berasal dari policy dianggap merupakan
konsep yang relatif (Michael Hill, 1993: 8):
The concept of policy has a particular status in the rational model as the
relatively durable element against which other premises and actions are
supposed to be tested for consistency.
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology dan adalah sistem
nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga
yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam
dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan
kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model
kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental,
model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem.
Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model
pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan
organisasi, kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of
Management adalah suatu pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang
memberikan suatu batas umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan
pemimpin (Terry, 1964:278).
Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal
Abidin,2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
- Kebijakan
umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat
negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
- Kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu
undang-undang.
- Kebijakan
teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan.
DISTRIBUSI KEKUASAAN
Para scholars
ilmu politik telah menciptakan beberapa
model yang berbeda untuk menganalisis soal distribusi kekuasaan. Setidaknya ada
tigamodel yang ditawarkan para sarjana ilmu politik dalam memahaini
distribusikekuasaan (Andrain, 1992 : 154),
pertama
Model elite berkuasa. Menurutmodel ini sumber kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil orang saja.
Kedua
Model pularis, di mana
kekuasan mulai tersebar diantara beberapakelompok sosial masyarakat. Dan,
ketiga
Model kekuasaan popular atau populis, yang mengemukakan bahwa sumber kekuasaan telah menyebar luasdi
seluruh kalangan warga negara.
A. Model – Model Distribusi Kekuasaan
1. Model Elite berkuasa atau model Elite yang
memeirntah. Kosnep mengenai adanya
elite yang memeintah atau berkuasa telah tedapatdalma tulisan Vilfredo Pareto
dalam bukunya The Inind and Society;Gaetano Mosca
dalam karyanya The Ruling Class, juga dalam tulisanWright Inills, The Power Elite. Mereka akan mengemukakan bahwa dalam semua masyarakat (di manapun dan kapanpun)
akan selalu terdapat suatu kelompok kecil yang berkuasa atas mayoritas
warga. Gaetano Mosca bahkan hanya membagi
kategori warga (dalam konteks kekuasaan) ke dala dua kelompok besar.
Pertama
Kelompok atau
klas yang memerintah
(pemerintah), yang teridir dari sedikit orang melaksanakan
fungsi politik, memonopoli kekuasaan, danmenikmatinya.
Kedua
klas yang diperintah, yang berjumlah banyak, dan berkecenderungan dimobilisasi oleh penguasa dengancara-cara yang kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
2. Model Pluralis. Asumsi yang terbangun dalam
masyarakat yang relatif demokratis
adalah setiap individu menjadi satu anggota suatukelompok atau lebih berdasar pada preferensinya
atas kepentingan-kepentingan yang melatar
belakanginya. Dalam konteks sini kelompok
berfungsi sebagai wadah perjuangankepentingan
para anggota dan menjadi perantara antara paraanggotanya, sehingga yang dimaksud dengan model
elite yang berkuasa di sini ialah para kelompok yang saling bersaing dan berdialektika sesama kelompok lain dalam mempengaruhi keputusan-keputusan
yang akan dibuat pemerintah deini terlaksananya keinginandan kebutuhan
kelompok.
3. Model kekuasaan popular. Asumsi yang mendasari model populis
ataukerakyatan adalah demokrasi. Di mana pada sistem
politik demokrasi (liberal) yang dibangun
adalah sikap individualisme. Individualisme sendiri diasumsikan sebagai setiap warga negara yang telah dewasa mempunyai hak meimilih dalam peinilihan umum
setiap, warga negara yang sudah
dewasa yang mempunyai ininat yang besar untuk aktif dalam proses politik, setiap warga negara yang dewasa mempunyai kemampuan unutk mengadakan penilaian tehadap proses
politik karena mereka memiliki informasi yang memadai.
Oleh karena kewenangan tidak terbagi aecara merata, makakewenangan atau kekuasaan (agar tidak berperilaku otoirter atau totaliter) harus dialihkan. Alasan lain mengapa kewenangan
atau kekuasaan perlu dilaihkan adalah, bahwa semakin lama seseorang memegang
suatu jabatan. Semakin orang tersebut
menganggap dan memperlakukan jabatan yangdipegangnya sebagai milik pribadi. Akibatnya. tidak hanya semakin tidak
kreatif dia dalam melaksanakan fmtgsi dan perannya dalam bertugas tetapi jugs semakin cenderung mungkin dalam
menyalahgunakanjabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Karena itu, peralthan kewenangan daseseorang atau kelompok orang kepada orang
atau kelompok lain merupakansuatu keharusan.
Menurut Paul
Coun (dalam Surbakti, 1992: 89) secara umum terdapat light
cars peralihan kewenangan. yakni: pertama, turun menurun,yang dimaksud
derngan peralihan kewenangan secara turun menurun ialah jabatan atau kewenangan yang dialihkan kepada
ketuninan atau keluarga pemegang
jabatan terdahulu. Hal ini dapat dilihat dalam sistem politik yang utonarid dan
/ atau otokrasi tradisional, kedua peralihan kewenangan
dengancaraptharcyalaiiperalihankewenangan melalui kontrak sosial yang berbentuk
pemulihan umum baik yang dilakukan secara langeung ataupun melalui badan perwakilan rakyat. Hal ml dlpraktikan dalam
sistem politik yang demokratis.Dan ketiga, peralihan kewenangan melalui paksaan
peralihan kewenangansecara paksaan
ialah jabatan atau kewenangan terpalcsa dialihkan kepadaorang atau kelompok lain dengan tidak menurut
prosedur yang sudabdisepakati tetapi
melalui tindak inkonstitusional-kekerasan, seperti paksaantak berdarah
revolusi, dan/ atau kudeta.
Related Posts :
- Back to Home »
- Pengertian Politik Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum dan Distribusi Kekuasaan