Archive for Mei 2013
Organisasi Hak atas
Kekayaan Intelektual Dunia atau disebut juga World
Intellectual Property Organization (WIPO) (bahasa Perancis : Organisation
mondiale de la propriété intellectuelle atau OMPI) adalah merupakan
salah satu badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa.
WIPO dibentuk pada tahun 1967 dengan tujuan "untuk mendorong
kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan intelektual ke
seluruh dunia."
WIPO saat ini
beranggotakan 184 negara, serta menyelenggarakan 23 perjanjian internasional,
dengan kantor pusatnya di Jenewa, Swiss.
Vatikan dan hampir seluruh negara anggota PBB merupakan
anggota WIPO. Negara-negara yang tidak menjadi anggota WIPO ini adalah Kiribati, Kepulauan Marshall, Federasi Mikronesia, Nauru,
Palau, Palestina, Republik Demokrasi Arab Sahrawi, Kepulauan Solomon , Taiwan,
Timor Leste, Tuvalu, dan Vanuatu.
Sejarah
Pendahulu WIPO
bernama BIRPI (Perancis Bureaux Internationaux Réunis pour la
Protection de la Propriété Intellectuelle, yang didirikan tahun 1893
untuk mengawasi Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra dan Konvensi Paris tentang Perlindungan Hak atas Kekayaan Industri.
WIPO secara resmi
dibentuk oleh Konvensi Pembentukan Organisasi Hak Atas Kekayaan Intelektual Dunia
(ditandatangani di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 dan diperbaiki pada tanggal 28 September 1979). Berdasarkan pasal 3 dari konvensi ini,
WIPO berupaya untuk "melakukan promosi atas perlindungan dari hak atas
kekayaan intelektual (HAKI) ke seluruh penjuru dunia." Pada tahun 1974
WIPO menjadi perwakilan khusus PBB untuk keperluan tersebut.
Negara-negara anggota
WIPO
Tidak seperti
cabang-cabang lain dari PBB, WIPO memiliki sumber dana sendiri yang cukup
besar, di luar kontribusi dari negara-negara anggotanya. Pada tahun 2006, di
atas 90% dari pemasukannya yang berkisar 500 juta CHF
diperkirakan berasal dari pendapatan berbentuk imbal jasa yang diperoleh International Bureau (IB) dari
aplikasi HAKI dan sistem registrasi
Perjanjian Internasional tentang
Hak Cipta ( Wipo Copyright Treaty)
|
|
Indonesia dan anggota WIPO telah meratifikasi
Perjanjian Internasional tentang Hak Cipta (WIPO Copyright Treaty) ini pada
20 Desember 1996. Pengesahan ini dinyatakan Indonesia lewat Keppres No. 19
Tahun 1997.
Isi WIPO Copyright Treaty:
1. Negara anggota WIPO menyetujui
perjanjian internasional dan ketentuan Berne convention 1971
2. Negara anggota WIPO berkeinginan
melindungi hak-hak pengarang dalam karya kesusastraan dan artistik mereka
dengan cara yang sama dan efektif
3. Proteksi hak cipta meliputi
ekspresi dan bukan ide, prosedur, metode operasi dan konsep matematika
4. Program komputer dilindungi
sebagai karya kesusastraan dalam cara dan bentuk apa pun ekspresinya
5. Kompilasi atau materi lainnya, dalam
bentuk apa pun, yang dengan melalui seleksi atau pengaturan dari isinya yang
menyatakan kreasi intelektua: dilindungi seperti adanya
6. Pengarang dan karya kesusastraar
dan artistik akan menikmati hal eksklusif, memberi kuasa menyebarkan kepada
publik salinan orisinal dari karyanya melalui pen jualan atau alih
kepemilikan
7. Hak menyewakan pada pencipt
program komputer, karya sinematografi, karya fonogram ditetapka dalam hukum
nasional negara anggota. Negara anggota dapat membatasi atau mengecualikan hak
yang diberikan kepada pengarang dan artistik di bawah Treaty yang tidak
bertentangan dengan eksploitasi normal dari karya tersebut.
8. Negara anggota menyediakan
perangkat hukum yang layak dan efektif bagi pengarang dalam upaya
melaksanakan haknya di bawah Treaty atau Berne Convention.
9. Negara anggota menyediakan
perangkat hukum yang layak dan efektif bagi seseorang yang mengetahui ada
pelanggaran terhadap haknya yang dilindungi Treaty atau Berne Convention:
a. pemindahan atau penukaran hak inforamsi manajemen
elektronik tanpa izin
b. mendistribusi, mengimpor untuk distribusi,
menyiarkann atau berkomunikasi kepada publik tanpa kuasa
10. Negara anggota wajib menyesuaikan
sistem hukumnya dalam rangka penerapan Treaty ini.
11. Negara anggota memastikan adanya
prosedur penegakan hukum dalam upaya penanganan pelanggaran Treaty termasuk
pencegahan pelanggarannya.
12. Negara anggota diwakili satu
delegasi dan dibantu oleh delegasi pengganti, penasihat dan ahli dalam
Assembly.
13. Assembly dapat meminta WIPO
membantu dari sisi keuangan agar delegasi anggota yang tidak mampu bisa
berpartisipasi.
14. Assembly memelihara dan
mengem-bangkan aplikasi serta operasi Treaty ini.
Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) di Indonesia
Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren
dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya
senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu
pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau
bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.
Secara umum Hak Kekayaan Intelektual
dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.
Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Merek, Desain Industri, Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.
Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan
Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization ) mengharuskan
Indonesia menyesuaikan segala peraturan perundangannya di bidang Hak Kekayaan
Intelektual dengan standar TRIP's (Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights) yang dimulai sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun
2000 dan tahun 2001. Hal ini juga akibat dari telah diratifikasinya
konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan juga
telah menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang diharuskan yaitu
Undang-undang tentang Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu, Rahasia Dagang, Paten dan Merek.
Permasalahan mengenai Hak Kekayaan
Intelektual akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri,
sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika
dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek
hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul
berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hukum harus dapat
memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan
daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.
Aspek teknologi juga merupakan faktor
yang sangat dominan dalam perkembangan dan perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat saat ini
telah menyebabkan dunia terasa semakin sempit, informasi dapat dengan mudah
dan cepat tersebar ke seluruh pelosok dunia. Pada keadaan seperti ini Hak
Kekayaan Intelektual menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan Hak Kekayaan
Intelektual merupakan hak monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi
investasi dan dapat dialihkan haknya.
Instansi yang berwenang dalam mengelola
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (Ditjen. HKI) yang berada di bawah Departemen Kehakiman dan
HAM Republik Indonesia. Dan khusus untuk mengelola informasi HKI juga telah dibentuk
Direktorat Teknologi Informasi di bawah Ditjen. HKI. Sekali lagi menunjukkan
bahwa pengakuan HKI di Indonesia benar-benar mendapat perhatian yang serius.
Dengan adanya sebuah sistem informasi
Hak Kekayaan Intelektual yang integral dan mudah diakses oleh masyarakat,
diharapkan tingkat permohonan pendaftaran Hak Kekayaan Indonesia di Indonesia
semakin meningkat. Sedangkan dengan penegakan hukum secara integral (dimana
termasuk di dalamnya Hak Kekayaan Intelektual), pelanggaran dalam bentuk
pembajakan hasil karya intelektual yang dilindungi undang-undang akan semakin
berkurang. Sinergi antara keduanya, sistem informasi Hak Kekayaan Intelektual
dan penegakan hukum yang integral, pada akhirnya akan membawa bangsa
Indonesia kepada kehidupan yang lebih beradab, yang menghormati hasil karya
cipta orang lain.
|